31/03/13
MEMAHAMI PROSES PENGOLAHAN ROTI
Sejarah proses pengolahan
roti sebenarnya dimulai dari ketidaksengajaan, yaitu tumbuhnya berbagai
mikroorganisme dalam adonan yang tertunda proses pemanggangannya sehingga
mengalami fermentasi. Sebagai akibatnya, roti yang dihasilkan lebih mengembang
dan ringan dibandingkan yang langsung dipanggang –yang keras dan alot.
Selanjutnya untuk mendorong terjadinya fermentasi adonan digunakan berbagai
pengembang antara lain busa beer, tepung millet yang direndam dalam jus anggur
di masyarakat yang bukan peminum beer, dan bekatul gandum yang direndam dalam
wine menghasilkan adonan yang bersifat asam setelah fermentasi.
Untuk
mempermudah proses setiap harinya sebagai adonan disisihkan sebagai starter
untuk mengolah roti dihari berikutnya. Perkembangan berikutnya terbukti bahwa
yeast merupakan mikroba yang mampu memfermentasi gula menjadi gas sehingga
akhirnya yeast diproduksi dalam bentuk blok atau kering sebagai bahan
pengembang roti yang paling baik sampai saat ini.
Kualitas
roti ditentukan oleh atribut sensori yaitu bentuk simetris, kulit kecoklatan
dan bagian dalam berpori halus dan seragam, tekstur elastis, lembut dan tidak
kering serta flavor khas yeast dan gandum. Dari semua atribut tersebut, yang
paling menentukan adalah tekstur dan flavor. Jika diamati, roti yang ada di
pasaran sangat beragam kualitasnya mulai yang sangat elastis sampai kaku, pori
halus dan seragam sampai kasar/ besar tidak seragam. Hal ini dapat disebabkan
perbedaan kualitas terigu yang dipakai terutama kandungan protein, formula dan
kondisi proses.
Formula
dasar roti adalah terigu, air dan yeast atau ragi roti, namun dalam
perkembangannya dimodifikasi untuk memperoleh tekstur yang baik dan mempercepat
proses dengan menambahkan gula, shortening,
garam dan susu.
Yeast
dapat digunakan dalam bentuk active dry
yeast, instant yeast atau compressed yeast. Jika menggunakan active dry yeast, memerlukan rehidrasi
pada 38 – 450C. Instant yeast
dapat dicampur langsung dengan terigu. Compressed
yeast mengandung air sekitar 7%, memerlukan penyimpanan dingin dan hanya
tahan selama beberapa minggu saja. Penggunaannya harus disuspensikan lebih
dahulu dalam air bersuhu 38 - 450C. Gula ditambahkan sebagai media/
makanan yeast yang dirombak menjadi gas karbon dioksida (CO2).
Produksi gas oleh yeast inilah yang menyebabkan roti mengembang. Tanpa
penambahan gula produksi gas sangat lambat, karena sumber gula hanya berasal
dari terigu. Dengan penambahan gula ini waktu fermentasi berlangsung sekitar
1,5 jam yang sebelumnya memerlukan waktu sekitar 12 jam. Shortening ditambahkan untuk memperbaiki tekstur roti. Tanpa shortening tekstur roti kaku dan alot.
Susu skim terutama untuk membentuk warna kulit.
Proses
pengolahan roti, pada dasarnya adalah pembentukkan struktur atau kerangka tiga
dimensi adonan yang dapat menahan gas yang diproduksi dari fermentasi gula oleh
yeast. Keseimbangan antara produksi gas dan kemampuan adonan menahan gas
menjadi tolok ukur berhasilnya pengembangan roti. Ada tiga tahap utama yang
sangat menentukan hasil akhir, yaitu pencampuran, fermentasi dan pemanggangan (baking). Pencampuran dimaksudkan untuk
membentuk struktur roti yang mampu menahan gas CO2 hasil fermentasi
gula oleh yeast. Pemanggangan bertujuan memantapkan struktur roti akibat
gelatinisasi pati dan koagulasi protein dalam adonan. Tahapan lain yang
mengikuti adalah pemotongan/ pencetakkan setelah pencampuran dan pendinginan
serta pengemasan setelah pemanggangan.
Pentingnya protein
terigu
Terigu mengandung campuran protein
kompleks yang sifatnya unik, yaitu dapat membentuk adonan viskoelastis jika
dicmpur air. Protein tersebut terbagi menjadi protein pembentuk gluten yaitu
gliadin dan glutenin sekitar 85% dan yang 15% protein lain seperti albumin,
globulin, peptida, asam amino dan enzim. Penyebab sifat viskoelastis adonan
terutama oleh protein pembentuk gluten. Gliadin dan glutenin apabila diaduk
dengan air membentuk masa disebut gluten dengan sifat plastis sehingga dapat
direntangkan (ekstensibel) dan elastis (lentur) yaitu resisten terhadap
tarikan. Sifat ekstensibel disebabkan oleh gliadin sedangkan sifat elastis
disebabkan oleh glutenin. Dalam proses pembentukkan adonan kedua protein ini
berperan dalam menentukan jumlah air yang dibutuhkan dalam formula, waktu
pencampuran dan stabilitas adonan selama pencampuran.
Sebagai bahan dasar, roti
membutuhkan terigu dengan kadar protein di atas 11% untuk membentuk struktur
tiga dimensi dalam adonan. Untuk itu memerlukan air sebesar 60 – 70% berat
tepung dan waktu pencampuran antara 10 – 15 menit. Dalam rentang waktu
tersebut, adonan dalam kondisi stabil, artinya struktur glutennya masih kuat
dan konsistensinya belum menurun. Apabila terlalu lama dilakukan pengadukan
dapat menyebabkan struktur gluten rusak sehingga konsistensi adonan menurun.
Akibat lebih lanjut adalah kemampuan menahan gas/ udara selama fermentasi
menjadi turun, sehingga roti tidak mengembang dengan sempurna, atau mampu
mengembang baik tetapi runtuh kembali, karena sifat elastisnya sudah menurun. Sebaliknya
apabila waktu pencampuran kurang, maka adonan tidak mengembang sehingga tekstur
roti menjadi kaku dan porinya kasar.
Secara empiris, kualitas terigu
untuk roti diukur dengan farinograf, ekstensograf dan amilograf. Pengukuran
dengan farinograf untuk memperoleh informasi kemampuan absorbsi air, waktu
pencampuran dan toleransi waktu pencampuran. Kemampuan adonan mengembang dan
menahan gas dapat diperoleh melalui pengukuran dengan ekstensograf, sedangkan
amilograf untuk mengetahui karakter gelatinisasi patinya.
Waktu fermentasi berhubungan erat
dengan kemampuan adonan mengembang (ekstensibilitas) dan menahan gas
(resistensi). Apabila rasio resistensi dan ekstensibilitasnya tinggi, maka
sulit mengembang, sebaliknya apabila rasionya terlalu rendah, maka adonan
mengembang besar namun mudah runtuh, karena struktur glutennya sudah menurun
kekuatannya. Rasio resistensi dan ekstensibilitas yang baik untuk roti dicapai
dalam rentang waktu 90 – 120 menit. Rentang waktu ini sebagai patokan waktu
fermentasi. Secara teknis biasanya menghentikan fermentasi setelah adonan
mengembang dua kali lipat dari sebelum fermentasi dimulai.
Segera setelah roti adonan
dipanggang proses pendinginan berjalan, mulailah terjadi proses retrogradasi,
yaitu rekristalisasi molekul pati terutama amilosa dan melepaskan molekul air,
yang menyebabkan roti menjadi keras meremah, disebut staling, namun kulitnya
menjadi lunak, karena migrasi air ke permukaan roti. Proses staling tetap
terjadi walaupun roti dikemas kedap udara dan disimpan dalam suhu rendah.
Biasanya roti dapat mempertahankan kesegarannya tidak lebih dari 3 hari.
Bread
Improver
Produsen roti dapat meningkatkan
kualitas roti menjadi lebih lembut dan mempertahankan kesegaran dengan
menambahkan bread improver, yaitu
beberapa senyawa yang dapat berfungsi memperbaiki struktur roti. Bread improver merupakan istilah secara
umum, didalamnya mengandung campuran beberapa komponen fungsional seperti
surfaktan atau emulsifier, asam askorbat, enzim dalam bentuk ekstrak malt,
pengasam, gum, makanan yeast dalam bentuk amonium fosfat atau sulfat, oksidator
dan lain-lain. Produsen jarang memperhatikan komponen apa saja yang dalam bread improver, karena di perdagangan
sering disebut sebagai pengempuk roti. Pemilihan harus didasarkan pada fungsinya
dengan melihat komposisi.
Lemak atau shortening dalam adonan dapat memisahkan serabut-serabut gluten
yang membentuk jaringan tiga dimensi dan antara gluten dan partikel pati,
menyebabkan adonan lebih viskoelastis dan roti yang dihasilkan lebih halus remahnya.
Pada saat yang sama lemak yang terabsorbsi gluten menyebabkan adonan lebih
elastis. Kedua efek tersebut menyebabkan meningkanya resistensi gas. Emulsifier
meningkatkan emulsifikasi lemak/ shortening
dalam adonan sehingga dispersi lemak menjadi lebih merata. Suspensi pati-air
yang tidak stabil menjadi lebih stabil apabila granula pati menyatu dengan shortening. Pengaruh ini memberikan
kondisi yang baik bagi adonan yaitu menguatkan adonan menghasilkan roti dengan
volume lebih besar, struktur remah halus dan seragam dan lebih empuk. Oleh
karena itu dalam hal ini emulsifier disebut juga sebagai dough conditioner.
Emulsifier sebagai contoh mono dan
di-gliserida dapat membentuk kompleks dengan amilose (pati) sehingga air yang
terserap pati dalam adonan berkurang namun lebih condong untuk pembentukkan
gluten. Senyawa kompleks ini tidak berperan dalam proses gelatinisasi selama
pemanggangan sehingga dalam pendinginan amilosa tidak mengalami rekristalisasi.
Interaksi dengan amilopektinterjadi dengan memblokir rantai cabang sehingga
retrogradasi dapat dihambat. Sebagai akibatnya kesegaran roti dapat
dipertahankan. Dalam hal ini emulsifier berfungsi mempertahankan kesegaran
roti. Kuning telur mengandung emulsifier yaitu lesitin. Penggunaan kuning telur
dalam formula roti dapat meningkatkan kelembutan dan keempukan roti dan
mempertahankan kesegarannya.
Enzim amilase merupakan bread improver dalam bentuk ekstrak
kecambah malt. Selama penepungan gandum, sebagian granula pati rusak
mengakibatkan penyerapan air oleh tepung (terigu) meningkat dan konsistensi
adonan menjadi tinggi. Enzim alpha-amilase dapat menghdirolisa granula pati
yang rusak, sehingga konsistensi adonan menajdi optimal dan gula sederhana yang
dihasilkan dapat difermentasi yeast. Pemakaian ekstrak malt dapat memperbaiki
warna kulit dan aroma roti akibat reaksi maillard.
Kualitas
terigu hampir tidak pernah diukur oleh produsen roti, kecuali hanya dengan
melihat kandungan proteinnya. Terigu yang sudah tersimpan lama, penyerapan
airnya berubah akibat aktivitas amilase yang ada didalamnya. Akibatnya, apabila
jumlah air yang digunakan tidak sesuai, menghasilkan adonan yang kaku dan
pengembangannya tidak sebesar terigu yang baru. Penggunaan terigu dan bread improver berhubungan erat dengan
hasil pengukuran dengan farinograf, ekstensograf an amilograf. Absorbsi air dan
stabilitas adonan yang berubah dapat dikoreksi dengan mencampur (blending) terigu hasil penggilingan atau
merubah jumlah air dan waktu pencampuran. Blending
terigu tidak mungkin dapat dilakukan oleh produsen roti. Rasio resistensi
dan ekstensibilitas adonan (diperoleh dari hasil pengukuran reologi adonan
dengan ekstensograf) dapat dikoreksi dengan penggunaan oksidator atau mengatur
penambahan makanan yeast agar produksi gas meningkat. Sifat gelatinisasi
(diperoleh dari hasil pengukuran reologi adonan dengan amilograf) dapat
dikoreksi dengan penambahan enzim atau ekstrak malt. Jika tidak mungkin
melakukan pengukuran, pengalaman dan sensitifitas terhadap perubahan sifat
bahan harus diasah untuk mempertahankan kualitas roti yang dihasilkan.
![]() |
How to Make Bread... @SMK N 1 Temanggung |
Sumber :
Utami,
Indyah Sulistya. “Memahami Proses Pengolahan Roti”. Food Review, No. 5, Th. 2010, Mei, hlm. 16 – 20.
Label:Food Info,Food Science
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
Cukup bermanfaat..untuk pengetahuan
BalasHapusCukup bermanfaat..untuk pengetahuan
BalasHapusВпроча бой Впроча бой Впроча бой Впроча бой Впроча бой Впроча бой Впроча бой Впроча бой
BalasHapus› wiki › gr5 titanium Titanium_Nails_Piece › wiki › Titanium_Nails_Piece Steel Frame powerbook g4 titanium with Steel titanium athletics Frame. This is a standard 4 2018 ford fusion energi titanium piece aluminum frame. apple watch titanium It is premium made and comes with a total of 40,000mm-glass plates